Masnauli Butar Butar, SS*
Candi Sitopayan berada di Desa Sitopayan Kec. Portibi, Kab. Padang Lawas Utara. (Setyawati). Dalam daftar tinggalan Sejarah dan Purbakala yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya dilindungi UU-RI NO.5 Candi Sitopayan sudah ditetapkan sebagai cagar budaya dengan nomor 88/PW.007/MKP/2011 Tanggal penetapan 17 Oktober 2011 (Daftar Regnas) Status kepemilikan tanah adalah milik negara. Juru pelihara yang bertugas memelihara dan memandu pengunjung adalah Bapak Samsudin Harahap. Candi Sitopayan merupakan situs yang paling ujung/paling akhir yang berada di hulu sungai Batang Pannai/Pane yang terletak di Desa Sitopayan Kecamatan Portibi. Letak Geografis Candi Sitopayan yang berada di arah hulu sungai Batang Pannai/Pane mengindikasikan bahwa wilayah candi ini pada masa peradaban kerajaan Pannai adalah tempat yang sunyi, dan sepi.
Candi Sitopayan diduga adalah candi yang di peruntukkan untuk sang raja Pannai bertapa/bersemedi bagi sang raja. Didalam pemahaman pandangan agama Budha seorang raja di haruskan untuk bertapa/bersemedi untuk menyempurnakan ilmu/menambah kekuatan yang di milikinya. Tempat sang raja untuk bertapa/bersemedi,itulah fungsi dari candi Sitopayan pada masa kerajaan Pannai.terbukti, melalui penerapan konsep ilmu letak tata ruang candi Sitopayan ini di dukung oleh prasasti sitopayan 2 yang berbunyi : ”Membuat (tempat) bertapa wihara Sang Raja”. Satu hal yang harus kita ketahui bahwa arca makara yang berasal dari Candi Sitopayan ini merupakan koleksi pertama yang direkomendasikan oleh Presiden RI pertama Ir. Soekarno pada tahun 1954 kepada Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara.
Candi Sitopayan termasuk dalam kelompok percandian Padanglawas. Candi ini sudah berbentuk reruntuhan. Yang tampak pada gambar di atas seperti gundukan tanah yang diselimuti oleh rumput. Bahan struktur candi adalah bata dan batu sungai. Reruntuhan candi terbagi menjadi empat bagian. Candi induk dikelilingi 30 lapik-lapik kecil dari batu sungai dan batu bata. Pada dua bangunan ada prasasti yang tertulis di badan bangunan. Selain itu ada alas tiang, arca-arca dan fragmen stambhǎ.
Reruntuhan terbesar berbentuk gundukan tanah dengan ukuran 10 x 20 meter, dan ketinggian mencapai 3 meter. Lapik batu dengan lubang di atasnya ditemukan di antara reruntuhan struktur. Berdasarkan bentuk tulisan pada prasasti, Candi Sitopayan diperkiran dibangun pada abad ke-12 hingga abad ke-14 Masehi. Tulisan yang ada di prasasti menggunakan bahasa Batak kuno.
Bahasan ini berkaitan dengan orang pegunungan dengan aksara Jawa Kuno. Prasasti pertama menjelaskan bahwa Candi Sitopayan dibangun sebagai tempat kediaman bagi Dewa. Sedangkan prasati kedua menjelaskan bahwa Candi Sitopayan dibangun untuk mengenang jasa seseorang yang membangun vihara untuk seorang raja. Isi prasasti merupakan bagian dari candrasangkala. Di dalam tulisan prasasti ditemukan kata-kata Sapta, Buddhi, Imba, dan Langgar yang merupakan angka 7, 5, 1, dan 1.
Kata-kata ini merupakan pertanda bahwa Candi Sitopayan dibangun pada tahun 1157 Saka atau tahun 1235 Masehi. Candi Sitopayan diperkirakan merupakan kompleks untuk candi dan pendopo sekaligus. (Edy Sedyawati)
Sedyawati, dkk. (2014). Ramelan, W. D. S., ed. Candi Indonesia: Seri Sumatera, Kalimantan, Bali, Sumbawa (PDF). Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. hlm. 74–75. ISBN 978-979-8250-48-4.
“Candi Sitopayan – Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya”. cagarbudaya.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 12 Juli 2021.