Zikri Iwan Sempena*
Makam Datu uyem berada di KecamatanKebayakan, Kabupaten Aceh Tengah. Belum ada penamaan khusus atas tokoh yang dimakamkan sehingga sengaja kami cantumkan sebagai orientasi awal tentang Makam Kuno Datu Uyem. Penamaan tersebut diberikan karna makam ini terletak di komplek pemakaman umum Datu Uyem, berada di perbatasan antara Kampung Timangan Gading dan Gunung Balohen, Kecamatan Kebayakan, Kabupaten Aceh Tengah.
Kami sendiri mendapatkan informasi terkait makam ini dari abang kami yang mungkin pembaca akrab dengan namanya, beliau adalah bapak Win Ruhdi Bathin. Awalnya saya sendiri sempat terkejut mengetahui keberadaan nisan Aceh (Batu Aceh) ini, dikarnakan lokasi tersebut merupakan tempat yang menjadi perlintasan sehari-hari penulis di siang hari dan terkenal angker pada malamnya.
Beberapa bulan lalu kami bersama seorang rekan juga sempat mengunjungi makam tersebut, dan melihat kondisi makam. Tampak lumut pohon telah menutupi badan dari batu nisan dan juga efigrafi atau tulisan (kaligrafi), sehingga makam sulit dibaca (terenkripsi). Namun yang pasti, setelah kami konfirmasi temuan tersebut kepada dosen sekaligus mentor kami bapak Amier Husni dan ibu Masanauli (BPCB Aceh), dapat dipastikan bahwa nisan tersebut termasuk dalam Batu Aceh. Jika merujuk pada tipe nisan, kemungkinan berasal dari sekitar abad 15 atau 16 masehi.
Keberadaan makam ini merupakan sebuah penemuan yang unik dan langka khususnya di Aceh Tengah terkait peninggalan Islam di Gayo. Ketika berbicara Islam di Gayo kita tidak mampu berbicara banyak, bahkan tulisan pun jarang apa lagi mengenai kebendaan, sehingga penulis pun berani mngklaim bahwa nisan ini satu-satunya berada di Aceh Tengah selain di komplek pemakaman Reje Linge di Buntul Linge. Peninggalan benda terkait tinggalan Islam di Aceh Tengah mungkin dapat dihitung, seperti Masjid Kuno Kebayakan, Makam raja-raja (meurah) di Linge dan sebagainya. Keunikannya dari makam ini adalah siapa orangnya dan mengapa makamnya berada di tempat tersebut ?. Kalaulah dia keturunan raja, pasti makamnya berada di Buntul Linge, dan tipe nisan Makam Kuno Datu Uyem juga berbeda dengan nisan yang berada pada komplek makam reje Linge. Setelah mengulang pembelajaran di semester lalu, penulis temukan bahwa nisan makam tersebut termasuk pada tipe N, berbeda dengan yang ada di Buntul Linge yang umumnya berbentuk balok (mengenai tipe Batu Aceh/Nisan Aceh, pembaca dapat mencari Batu Aceh Othman Yatim), selengkapnya lihat pada gambar.
Siapa yang ada dibalik makam ini pun belum diketahui, siapa dia, ulamakah, putri raja yang meninggal dalam perjalanankah, raja lokal kah atau siapakah dia?. Siapa pun dia, yang jelas tampaknya ia bukan orang biasa (istimewa), dikarnakan letak dan bentuk nisan aceh yang mungkin satu-satunya (selain keturunan raja) terdapat di Kabupaten Aceh Tengah. Jika merujuk pada tipe nisan, kemungkinan berasal dari sekitar abad 15 atau 16 masehi.
Oleh karnanya penggalakan pencarian benda, dokumen serta tulisan mengenai sejarah dan budaya Gayo perlu dilakukan terutama bagi pemerintah dan juga masyarakat, sebagai upaya memperkaya khajanah pengetahuan sejarah dan budaya Gayo, khususnya sejarah Islam di Aceh Tengah. Menurut pengamatan penulis sendiri perhatian pemerintah dan warga lokal terhadap warisan budaya benda atau tak benda cukup kurang, termasuk nisan tersebut. Sampai saat ini rasanya orang yang mengetahui keberadaan makam ini bisa dihitung, terlebih lagi kurangnya pemahaman warga lokal mengenai urgensi mengetahui dan merawat warisan budaya kita.
Dari sini kami pun berharap terhadap pemerintah, warga dan terlebih lagi komunitas, serta penggiat sejarah dan budaya agar dapat bekerjasama baik dalam upaya penyebaran pengetahuan ataupun penemuan terkait hal tersebut. Mengingat laju modernisasi yang tingga maka haruslah ada upaya mempertahankan budaya sendiri dari arus perkembangan zaman yang begitu deras. Dengan adanya Makam Kuno Datu Uyem sepatutnya warga lokal dan pemerintah daerah patut berbangga, karna adanya sebuah warisan budaya benda semacam Makam Kuno Datu Uyem yang dapat memberikan sedikit atau banyaknya mengenai Islam di Aceh Tengah. Terlebih lagi Aceh Tengah juga dapat dikatakan lemah dan minim data benda ataupun tertulis mengenai sejarah dan budaya Islam.
*Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam, UIN Ar-Raniry 18