PERNYATAAN SIKAP BERSAMA KOALISI ELEMEN SIPIL ACEH UNTUK ROHINGYA

PERNYATAAN SIKAP BERSAMA KOALISI ELEMEN SIPIL ACEH UNTUK ROHINGYA

NasionalMerdeka, Aceh, 6/1/2024. 

PERNYATAAN SIKAP BERSAMA KOALISI ELEMEN SIPIL ACEH UNTUK ROHINGYA

Etnis Rohingya adalah kelompok etnis yang sudah bermukim di negara bagian Arakan/rakhine sejak abad ke 7 masehi. Jadi etnis Rohinya ini telah berada di Myanmar jauh sebelum negara Burma atau Myanmar merdeka. Namun pada tahun 1962 Jenderal Ne Win dan Partai Program Sosialis Burma (BSP), merebut kekuasaan di Myanmar dari tangan U Nu, rezim militer ini mulai  membubarkan organisasi sosial, organisasi keagamaan dan organisasi politik masyarakat Rohingya. Dan 12 tahun kemudian atau pada tahun 1974 status ‘kewarganegaraan’ Rohingya di Myanmar telah dicabut (lupuskan) dan selanjutnya pada tahun 1982 melalui Peraturan Kewarganegaraan Myanmar (Burma Citizenship Law 1982), rezim berkuasa menyatakan Rohinya “Non-national”.

Sejak tahun 1982 hingga ke saat ini lebih dari 125.000 etnis Rohingya yang bertahan di Arakan atau Rakhine Utara secara efektif sudah tidak memiliki kewarganegaraan (stateless), tidak memiliki hak sosial dan hak-hak dasar manusia, begitu juga dengan mereka yang telah exodus keberbagai negara di belahan dunia. Operasi militer telah dijalankan oleh rezim berkuasa. Dalam kampanye pengusiran paksa etnis Rohingya ini, pihak pemerintah dan junta militer telah membumihanguskan ratusan ribu rumah, ratusan masjid, dan ribuan etnik Rohinya nyawanya telah melayang. Tindakan ini bertujuan untuk mengusir etnis Rohinya dari Myanmar sebersih-bersihnya dari Rakhine Utara atau Arakan.

Selain konflik vertical kondisi di perparah dengan munculnya konflik horizontal yang terjadi pada tahun 2013, yang mana pada saat itu upaya provokasi telah dilakukan dilakukan oleh Extrimis 969, kelompok extremis budha ini diketuai oleh biksu Mandalay bernama Wirathu. Aksi provokasi ini telah menyerang eksistensi Rohingya di Arakan, banyak dari warga yang tewas dan sebagian besar melarikan diri ke Bangladesh serta negara-negara tetangga Myanmar, termasuk ke Indonesia dan Malaysia. Sementara pungungsian terbanyak pada saat itu berada di Bangladesh. Pada tahun 2015 saja, setelah terjadi pembunuhan massal, pemerkosaan, penjarahan dan pembakaran rumah-rumah, jumlah pengungsi di Cox’s Bazar meningkat menjadi 750.000 jiwa lebih. Sementara untuk saat ini di Cox’s Bazar, Bangladesh ada satu juta lebih pengungsi asal Myanmar.

Walaupun bukan negara tujuan, namun hingga saat ini di Indonesia telah didatangi pengungsi dari 50 negara,  dan sampai dengan tahun 2020 ada kedatangan 3.375 orang berstatus Asylum Seekers serta 10.278 orang bersatus refugee yang terdaftar di UNHCR Perwakilan Indonesia di Jakarta. Indonesia sendiri sampai saat ini belum menjadi negara pihak yang meratifikasi Konvensi 1951 tentang status pengungsi atau Protocol 1967,  jadi Indonesia tidak memiliki kerangka hukum untuk menentukan status pengungsi atau melakukan resettlement para pengungsi.

Sehubungan dengan kondisi tersebut diatas maka pemerintah Indonesia memberikan mandate kepada pihak UNHCR dan IOM bertindak atas nama pemerintah Indonesia dalam penanggulangan pengungsi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 125 tahun 2016, tentang Penanggulangan Pengungsi Dari Luar Negeri disebutkan dalam BAB I, Pasal 1 tentang ; Pengungsi dari luar negeri yang selanjutnya disebutkan Pengungsi adalah orang asing yang berada di Indonesia yang disebabkan oleh ketakutan yang beralasan akan persekusi dengan alasan ras, suku, agama, kebangsaan, keadaan kelompok social tertentu, dan pendapat politik yang berbeda serta tidak menginginkan perlindungan dari negara asalnya/atau telah mendapatkan status pencari suaka atau status pengungsi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi di Indonesia.

Melihat permasalahan yang terjadi diatas, maka kami dari eleman sipil yang ada di Aceh yang tergabung dalam Koalisi Elemen Sipil Untuk Rohingya, mendesak kepada pemangku kepentingan seperti Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR), negara-negara tetangga dekat dengan Myanmar seperti Bangladesh, Thailand dan China, ASEAN, Indonesia dan Malaysia untuk dapat mengambil peran lebih dalam menangani isu pengungsi ini ;

  1. Kami mendesak Indonesia sebagai pimpinan negara-negara ASEAN untuk dapat segera membentuk Working Group baru di kalangan negara ASEAN khusus untuk menangani people smuggling dan human trafficking di rantau Asia Tenggara.
  2. Mendesak pemerintah Indonesia untuk menjamin keselamatan para pengungsi dan pencari suaka dalam tiga prinsip utama perlindungan pengungsi yang telah dijamin oleh hukum internasional dalam bentuk hukum kebiasaan atau pun perjanjian internasional; Non-Refoulement, Non-Penalization dan Non – Discrimination.
  3. Pemerintah juga harus segera merelokasi para pengungsi yang ada di beberapa kabupaten di Aceh dan Sumatera Utara ke detensi-detensi atau tempat akomodasi yang telah ditentukan sebelumnya, penempatan mereka ke selter maupun detensi sesuai dengan PERPRES No.125 Tahun2016 Tentang Penanggulangan Pengungsi Asal Luar Negara. Selain itu juga bertujuan untuk menjaga tidak terjaginya pergesekan antara masyarakat dan para pengungsi.
  4. Mendesak Myanmar untuk menerima upaya pihak Bangladesh dalam rencana Repetariasi ulang, menjamin keamanan dan keselamatan mereka, mengembalikan status mereka kembali dan mengakui mereka sebagai warganegara di Myanmar setara dengan 135 suku etnis lainnya yang diakui.
  5. Selain itu kami mengharapkan negara Bangladesh untuk lebih memperhatikan aspek keselamatan saat melakukan repatriasi secara damai dan berkelanjutan ke tanah kelahiran mereka di nagara bagian Rahine, Myanmar.

   Aceh, 3 Januari 2024

KOALISI ELEMEN SIPIL UNTUK ROHINGYA

Juru bicara : CP (Munazir – 085277638354)  – (Cut Linda – 0812 6930 7002)

FOMAPAK (Front Mahasiswa dan Pemuda Anti Kekerasan) (Ketua Umum –  Tarmizi,Sos.I)

PAJAN (Peace And Justice For Action) (Direktur – Munazir,SH.I,MH)

FPRM (Forum Peduli Rakyat Miskin) (Ketua Umum – Nasruddin,SE )

GeuSABA (Gerakan Srikandi Aceh Bangkit) (Ketua Umum – Siti Maryam,S.Ag)

PHIA (Pemberdayaan Hareukat Inong Aceh) (Direktur – Nursyamsiah,S.Pd)

BINTARA Foundation (Bina Anak Nusantara) (Direktur – Agam Muchfidy)

LIA (Laskar Inong Aceh) (Koordinator – Cut Linda)

JINGKI Institute (Direktur – Jailani,ST)